Kebenaranmutlak adalah kebenaran yang hakiki dan sejati, sesuatu yang dapat melihat dan menyatakan keseluruhan realitas secara objektif, apa adanya. Kebenaran mutlak ini harus hanya ada satu saja dan merupakan suatu acuan atau standar bagi apa yang disebut dengan kebenaran relatif. Kebenaran mutlak itu mempunyai sifat universal ( berlaku bagi
bagaimana yang akan dilakukan seseorang jika ia tahu bahwa kesempurnaan hakiki hanya milik allah1. bagaimana yang akan dilakukan seseorang jika ia tahu bahwa kesempurnaan hakiki hanya milik allah2. ilmu untuk mempercayai kebenaran hakiki dari allah disebut​3. hak dasar paling hakiki yang dimiliki manusia adalah​4. apakah yang dimaksud dengan kebenaran ilmiah dan apa perbedaannya dengan kebenaran hakiki5. Hak yang paling hakiki dan dimilikimanusia sejak lahir disebut ....​6. hak asasi paling hakiki yang dimiliki oleh manusia adalah7. Jelaskan siapakah yang di maksud dengan manusia hakiki yang akan kembali menghadap allah8. Apakah yang dimaksud dengan kebenaran ilmiah dan apa perbedaannya dengan kebenaran hakiki?9. ukuran kebenaran hakiki adalah sesuai dengan10. Jelaskan siapakah yang di maksud dengan manusia hakiki yang akan kembali menghadap allah11. hak dasar paling hakiki yang dimiliki manusia adalah12. hak dasar paling hakiki yang di miliki manusia13. apakah yang dimaksud dengan kebenaran ilmiah dan apa perbedaannya dengan kebenaran hakiki ?14. bantu ntr saya follow25 tugasnyamakna kalimat zikir tsb adalah... a. allah maha besar atas segala ciptaan nyab. kesucian yg hakiki hanya milik allahc. tiada yg patut disembah melainkan allahd. segala pujian hanya milik allah​15. benarkah akal manusia secara independen dapat menemukan kebenaran yang hakiki???16. Mengapa iman kepada rasul-rasul allah menjadi kewajiban hakiki bagi setiap muslim17. pengadilan allah yang hakiki di alam akhirat disebut 18. mengenal Allah melalui asma Allah bahwa Allah sajalah wujud Hakiki dan pelaku mutlak dalam ajaran tarekat suhrawardi disebut​19. apakah yang dimaksud dengan kebenaran ilmiah dan apa perbedaannya dengan kebenaran hakiki ?20. hak yang paling hakiki dam dimiliki manusia sejak lahir disebut ....​ 1. bagaimana yang akan dilakukan seseorang jika ia tahu bahwa kesempurnaan hakiki hanya milik allah Caranya ia harus mensyukuri segala sesuatu apa yang telah diberikan oleh allah 2. ilmu untuk mempercayai kebenaran hakiki dari allah disebut​Jawabanilmu tauhid, ilmu agama. Maaf kalau salahPenjelasan 3. hak dasar paling hakiki yang dimiliki manusia adalah​JawabanHak dasar manusia yg paling hakiki adalah hak untuk hidup,memeluk agama. Hak dasarhak asasi manusia yg dimiliki manusia sejak lahir adalah hak untuk hidup manusia dapat melakukan kewajiban dan mendapatkan hak-haknya. 4. apakah yang dimaksud dengan kebenaran ilmiah dan apa perbedaannya dengan kebenaran hakiki kebenaran ilmiah itu adalah kebenaran yang ditemukan melalui budidaya manusia, dalam kata lain kebenaran tersbeut diperoleh melalui berbagai uji coba dan penelitian. sedangkan kebenaran hakiki adalah kebenaran yang di akui, kebenaran yang tampak, kebenaran yang sebelumnya yang tanpa melalui uji coba atau penelitian kita udah mengetahuinya. 5. Hak yang paling hakiki dan dimilikimanusia sejak lahir disebut ....​Jawabanhak asasi manusiaPenjelasanHak Asasi Manusia HAM adalah hak dasar yang dimiliki oleh manusia sejak lahir. HAM berlaku kapan pun, di mana pun dan kepada siapa pun. HAM tidak dapat diganggu gugat dan tidak bisa dicabut karena merupakan anugrah yang dimiliki setiap manusia. 6. hak asasi paling hakiki yang dimiliki oleh manusia adalah Hak hidup, hak kebebasan, hak memiliki sesuatu 7. Jelaskan siapakah yang di maksud dengan manusia hakiki yang akan kembali menghadap allah manusia yang menyembah Allah dengan sebaik-baiknya penyembahan 8. Apakah yang dimaksud dengan kebenaran ilmiah dan apa perbedaannya dengan kebenaran hakiki? Kebenaran Ilmiah adalah Kebenaran yang ditemukan melalui budi daya manusia. Melalui berbagai uji coba dan penelitian sehingga akhirnya membentuk satu sikap, bahwa kebenaran ilmiah adalah kebenaran yang sesungguhnya. Kebenaran ilmiah adalah kebenaran yang hakiki sedangkan Kebenaran Hakiki adalah kebenaran yang diakui oleh siapapun, inilah kebenaran yang sebenarnya. Akan tetapi, kebenaran ini belum pernah tersentuh, belum pernah terjamah dan belum pernah dimengerti juga belum pernah dibuktikan. Kebenaran dengan segala misteri yang ada didalamnya, menyatu dengan hati nurani. 9. ukuran kebenaran hakiki adalah sesuai denganUkuran kebenaran hakiki adalah sesuai dengan HUKUM ALLAH SWT. Dalam islam, kita meyakini bahwa kebenaran hakiki hanyalah bersumber dari Allah SWT saja, dengan demikian maka ukuran-ukurannya yang paling mudah dimengerti adalah sesuai dengan apa-apa yang disebutkan di dalam Al-Quran yang berisi kalam Allah SWT.» PembahasanAllah SWT sendiri di dalam Al-Quran sering disebut dengan AL-HAQ yang artinya adalah Maha Benar. Maha Benar artinya bahwa Allah SWT adalah sumber kebenaran yang hakiki, kebenaran yang sempurna dan tidak ada cacat di dalamnya walau sedikit kebenaran Allah SWT yang hakiki ini disebutkan dalam banyak surah di dalam Al-Quran yang salah satunya adalah SURAH YUNUS AYAT 32 yang bunyinya adalah sebagai berikutفَذَٰلِكُمُ ٱللَّهُ رَبُّكُمُ ٱلۡحَقُّۖ فَمَاذَا بَعۡدَ ٱلۡحَقِّ إِلَّا ٱلضَّلَٰلُۖ فَأَنَّىٰ تُصۡرَفُونَ“Maka Dzat yang demikian itulah Allah, Rabb kamu yang sebenarnya. Maka tidak ada sesudah kebenaran itu melainkan kesesatan. Maka bagaimanakah kamu dipalingkan dari kebenaran?”» Pelajari Lebih Lanjut Materi tentang kebenaran hakiki tentang kebenaran ilmiah • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •» Detil JawabanKode 1 SMPMapel Pendidikan Agama IslamBab Iman Kepada Allah SWTKata Kunci Kebenaran, Benar, Hakiki, Al-Haq 10. Jelaskan siapakah yang di maksud dengan manusia hakiki yang akan kembali menghadap allahYang dimaksud dengan manusia hakiki yang akan kembali menghadap Allah SWT adalah manusia yang pada hakekatnya adalah ciptaan Allah SWT, kembali tanpa membawa apapun dari dunia sama seperti ketika ia terlahir dengan tidak membawa apapun ke dunia.» PembahasanManusia adalah makhluk Allah SWT yang terbuat dari tanah juga air. Manusia, sama seperti makhluk Allah lainnya, adalah fana. Bahwa manusia sudah pasti akan mati, sebab di dunia ini hanya Allah SWT saja yang abadi dan kekal. Matinya manusia ini adalah jalan kembali kepada Allah yang hakiki adalah manusia yang tak akan membawa apapun di dunia kecuali amalan shaleh yang telah ia perbuat. Manusia dan kedudukan serta hartanya di dunia tak akan pernah bisa menolongnya di hari pembalasan kelak. Namun amal shaleh setia menyertai langkahnya dan menjadi syafaat bagi dirinya di hari penghakiman.» Pelajari Lebih Lanjut Materi tentang sifat hakiki manusia tentang manusia kembali kepada Allah SWT • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •» Detil JawabanKode 1 SMPMapel Pendidikan Agama IslamBab Beriman Kepada Allah SWTKata Kunci Hakiki, Manusia, Kembali, Mati, Fana 11. hak dasar paling hakiki yang dimiliki manusia adalah HAMHak Asasi Manusiahak asasi manusiayg harus dilindungi dan diperjuangkan 12. hak dasar paling hakiki yang di miliki manusia Hak Azasi Manusia............hak untuuk hiduuuuuup 13. apakah yang dimaksud dengan kebenaran ilmiah dan apa perbedaannya dengan kebenaran hakiki ? kelas SMApelajaran Biologikatagori optikata kunci kebenaransaya bantu menjawab ya dekperbedaannya adalahkebenaran ilmiah adalah kebenaran yang diperoleh dengan menggunakan bukti dan uji teori yang merupakan usaha manusiakebenaran hakiki adalah kebenaran yang diyakini itu adalah benar, baik dengan maupun tanpa uji teoridemikian jawabannya. semoga membantu ya dekselamat belajar. 14. bantu ntr saya follow25 tugasnyamakna kalimat zikir tsb adalah... a. allah maha besar atas segala ciptaan nyab. kesucian yg hakiki hanya milik allahc. tiada yg patut disembah melainkan allahd. segala pujian hanya milik allah​Jawabanc. kesucian yang hakiki hanya milik allahPenjelasan semoga membantu jangan lupa follow dan jadikan jawaban tercerdas ya ❤ 15. benarkah akal manusia secara independen dapat menemukan kebenaran yang hakiki??? tidak atau ya mohon maaf kalau salahIya bener Semoga bermanfaat yaMaaf kalau salah 16. Mengapa iman kepada rasul-rasul allah menjadi kewajiban hakiki bagi setiap muslimJawabanMengimani rasul-rasul Allah Swt. merupakan kewajiban hakiki bagi seorang muslim karena merupakan bagian dari rukun iman yang tidak dapat perwujudan iman tersebut, kita wajib menerima ajaran yang dibawa rasul-rasul Allah Swt. 17. pengadilan allah yang hakiki di alam akhirat disebut Bismillah Adalah HISABHisab. Semua amal baik dan buruk akan dihitung, lalu ditimbang di Mizan timbangan. 18. mengenal Allah melalui asma Allah bahwa Allah sajalah wujud Hakiki dan pelaku mutlak dalam ajaran tarekat suhrawardi disebut​ Ma'rifah, yaitu mengenal Allah melalui sifat-sifat Allah dalam bentuk terinci dengan memahami bahwa Allah saja-lah Wujud Hakiki dan Pelaku Mutlak, seperti memahami wujud Allah melalui kejadian dan musibahJawabanMa'rifah, , ,Penjelasan mengenal Allah melalui sifat-sifat Allah dalam bentuk terinci dengan memahami bahwa Allah saja-lah Wujud Hakiki dan Pelaku Mutlak, seperti memahami wujud Allah melalui kejadian dan musibahMaafkalausalah... 19. apakah yang dimaksud dengan kebenaran ilmiah dan apa perbedaannya dengan kebenaran hakiki ? menurut saya, kebenaran ilmiah adalah kebenaran yang dibuktikan dengan serangkaian metode ilmiah. sedangkan kebenaran hakiki adalah kebenaran yang abadi dan emang sudah terbukti 20. hak yang paling hakiki dam dimiliki manusia sejak lahir disebut ....​Hak hakiki manusia sejak lahir hingga besaradalah hak untuk hidupJawabanHAM Hak Asasi ManusiaPenjelasan_Semoga membantu_ KEBENARAN* *Kebenaran* Hakiki Hanya Milik Allah dan Hanya Allah Tuhan Semesta Alam Yg Tahu Kebenaran yang Sebenar Benarnya Tidak Ada Salah dan Benar Jump to. Sections of this page. Accessibility Help. Press alt + / to open this menu. Facebook. Email or phone: Suatu saat, penulis menemukan gambar yang menarik di internet. Pada gambar tersebut, terbaring gambar angka tidak jelas 6 atau 9 secara horizontal di lantai. Di ujung-ujung gambar angka tersebut terdapat dua orang yang berdiri saling berhadap-hadapan. Orang pertama menunjuk gambar angka yang tergeletak di lantai dan berkata “six!” karena dari sudut pandangnya terlihat seperti angka 6, sementara orang kedua menunjuk gambar angka yang sama dan berkata “nine!” karena dari sudut pandangnya terlihat seperti angka 9. Di bawah gambar tersebut kemudian tertulis caption “Just because you are right, does not mean, I am wrong. You just haven’t seen life from my side” hanya karena anda benar, bukan berarti saya salah. Anda hanya belum melihatnya kehidupan dari perspektif saya, mengindikasikan kebenaran tidaklah tunggal dan bersifat relatif. Dalam diskusi keagamaan, ada juga yang menggunakan argumen sejenis untuk mengutarakan pandangannya. Ketika ditanya benar/salahnya perilaku homoseksual, seorang mahasiswa Muslim dengan gagah atau gegabah mengatakan “Kebenaran itu hanya milik Allah! Kita tidak punya hak untuk menyalahkan orang lain!” Ketika ditanya tentang status kebenaran ajaran agamanya, seorang cendekiawan Muslim berkilah “Benar menurut saya belum tentu benar menurut orang lain. Kebenaran itu relatif, yang mutlak hanyalah Allah.” Perkataan-perkataan tersebut mengesankan bahwa sepanjang diucapkan manusia, kebenaran itu relatif. Manusia tidak mungkin dan tidak akan pernah tahu kebenaran yang hakiki, karena ia hanyalah milik Allah. Oleh karenanya, haram hukumnya jika merasa benar – apalagi sampai menyalahkan orang lain. Benarkah hanya Allah yang tahu kebenaran? Tulisan ini dibuat untuk menjawab permasalahan tersebut. Untuk menilai kevalidan klaim “kebenaran hanya milik Allah”, pertama harus ditanyakan dulu, “mungkinkah manusia mengetahui?” Jika jawabannya “tidak”, maka dengan sendirinya benarlah klaim tersebut – sepanjang masih percaya adanya Allah. Namun demikian, benarkah begitu? Inilah yang menjadi titik tolak pembahasan tulisan yang sedang anda baca. Pertanyaan “mungkinkah mengetahui” merupakan permasalahan asasi dalam epistemologi. Pertanyaan ini sudah mengemuka dari sejak zaman Yunani kuno. Pada zaman tersebut lahir aliran yang bernama sofisme. Menurut kaum sofis, semua kebenaran itu relatif. Ukuran kebenaran itu manusia man is the measure of all things. Karena manusia berbeda-beda, jadi kebenaran pun berbeda-beda tergantung Sofisme klasik kemudian bereinkarnasi menjadi skeptisisme dan Penganut skeptisisme senantiasa bersikap skeptis terhadap segala hal. Ia senantiasa meragukan kebenaran dan membenarkan keraguan. Baginya, semua pendapat tentang semua perkara termasuk yang qathi dan bayyin dalam agama harus selalu terbuka untuk diperdebatkan. Sementara itu, penganut relativisme epistemologis menganggap semua orang dan golongan sama-sama benar, semua pendapat agama, aliran, sekte, kelompok, dan lain sebagainya sama benarnya, tergantung dari sudut pandang masing-masing. Menurut paham ini, kebenaran berada dan tersebar di mana-mana, namun semuanya bersifat Islam tentu saja menentang paham sofisme dengan segala macam bentuk reinkarnasinya. Dari sejak awal surat, Al-Qur’an mengajarkan agar manusia mencari kebenaran, karena kebenaran itu ada, dan kesalahan pun beserta orang-orang yang salahnya juga Tunjukilah kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya; bukan jalan mereka yang dimurkai, dan bukan pula jalan mereka yang sesat. Al-Fatihah 1 6-7 Ayat ini kita panjatkan sekurang-kurangnya 17x sehari dalam shalat wajib. Maka dari itu, sebenarnya sangat absurd jika seorang Muslim bersikap emoh terhadap kebenaran, meskipun dibungkus dengan kemasan’ yang cantik seperti “kebenaran hanya milik Allah”. Mengetahui tidaklah mustahil. Jadi bukan seperti yang sering diklaim oleh kaum sofis, relativis, skeptik, dan agnostik serta para penurut dan pembeonya hingga akhir zaman. Dalam hal ini, keyakinan dan pendirian Ulama kaum Muslimin Ahlus Sunnah wal Jama’ah disimpulkan secara ringkas dan akurat oleh imam An-Nasafi dalam kitabnya Haqaa’iq al-asyyaa’ tsaabitah, wa l-ilmu bihaa mutahaqqiq, khilaafan li s-suufasthaa’iyyah. Artinya, hakikat quidditas atau esensi segala sesuatu itu tetap dan oleh karena itu bisa ditangkap, tidak berubah sebab yang berubah-ubah itu hanya sifatnya, , , atau -nya saja, sehingga segalanya bisa diketahui dengan jelas, sehingga manusia bisa dibedakan dari monyet, ayam tidak disamakan dengan burung, roti dengan batu, atau akar dengan ular. Demikian pula hal-hal tersebut di atas, semuanya tidak mustahil untuk diketahui dan dimengerti, dapat dibedakan dan bisa dijelaskan. Firman Allah SWT dalam surat Az-Zumar 39 9 Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?5 Mungkin ada yang berkomentar, “Pada kenyataannya para ulama juga berbeda pendapat dalam perkara agama, bukankah itu berarti kebenaran itu relatif?” Mengenai hal tersebut, Nashruddin Syarief berkomentar dalam bukunya Menangkal Virus Islam Liberal sebagai berikut Terkait dengan adanya ikhtilaf di antara ulama yang sering dijadikan pembenar bahwa tidak ada kebenaran yang pasti, maka tentu harus dibedakan dulu mana yang qath’i dan mana yang zhanni, mana yang ushul dan mana yang furu’. Karena pastinya para ulama tidak mungkin berikhtilaf dalam masalah yang ushul dan qath’i. Kalaupun masih ada juga yang berbeda dalam kedua masalah tersebut, maka itulah orang-orang yang masuk kategori sayyi’ah dan Pun demikian bisa saja ada yang membantah “para ulama juga biasa menyebut Namun Tuhan lebih dan paling mengetahui apa yang benar’ wa Allahu a’lam bi-s shawaab, bukankah itu berarti hanya Tuhan yang paling mengerti kebenaran?” Mengenai hal tersebut, Dr. Syamsuddin Arif memberikan tanggapannya dalam buku Orientalis dan Diabolisme Pemikiran. Berikut tanggapannya Memang betul, ketika menafsirkan kitab suci, kita tidak boleh mengklaim bahwa kita benar-benar telah memahami maksud firman Tuhan. Tidak boleh merasa seolah-olah kita telah menangkap maksud kata-kata Tuhan yang sebenarnya. Itulah sebabnya mengapa para ulama salaf selalu mengakhiri fatwa dan karya mereka dengan kalimat “Namun Tuhan lebih dan paling mengetahui apa yang benar” wa Allahu a’lam bi-s shawaab. Kalimat ini sering disalahpahami. Para ulama salaf mengatakan ini bukan karena mereka ragu-ragu atau skeptis, bukan pula karena mereka menganut relativisme. Dalam masalah keilmuan, ulama salaf sangat tekun, teliti, dan teguh dalam berpendirian dan berargumentasi, sebagaimana dapat dilihat dalam literatur fiqih dan ilmu kalam. Kalimat tersebut mereka ucapkan semata-mata karena adab kepada Tuhan’ yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu. Adapun dengan sesama manusia, sikap yang ditunjukkan adalah kesanggupan menerima dan mengikuti kebenaran, dan bukan menampik atau mempertahankan Jadi, mengetahui itu mungkin saja dicapai oleh manusia. Dalam Islam pun ada perkara yang qath’i, bersifat pasti. Contohnya, dari dulu sampai sekarang Al-Ikhlas pasti dimaknai sebagai Tauhid. Dalam Islam, tidak pernah keesaan Allah dimaknai sebagai “esa tapi beranak-pinak”, “esa tapi termanifestasi dalam beberapa jenis Tuhan”, dll. Sama halnya dengan perintah shalat, shaum Ramadhan, zakat, naik haji, dll semuanya adalah tetap. Setiap Muslim, laki-laki maupun perempuan, remaja maupun dewasa, tinggal di negara Islam maupun negara sekuler, tetap wajib melaksanakannya. Sama juga halnya dengan keharaman khamr, zina, dan homoseksual. Semuanya tetap dan independen terhadap zaman – untuk menolak yang beranggapan bahwa ajaran Islam seluruhnya harus disesuaikan dengan zaman. Lalu, bagaimana caranya kita mengetahui? Tentunya dengan belajar, mencari ilmu. Berkenaan dengan ini, kita beruntung karena terdapat warisan khazanah intelektual Islam bukan warisan doktrin yang tidak terhitung jumlahnya. Tidak perlu bersikap relativis ataupun skeptis, sebab manusia bisa tahu yang benar. Wallahu Alam Daftar Pustaka [1] Hamid Fahmy Zarkasyi, Liberalisasi Pemikiran Islam, hlm. 89 dalam Nashruddin Syarief, Menangkal Virus Islam Liberal, Bandung Persis Pers, 2010, hlm. 146. [2] Nashruddin Syarief, Menangkal Virus Islam Liberal, Bandung Persis Pers, 2010, hlm. 146-147. [3] Syamsuddin Arif, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran, Jakarta Gema Insani, 2008, hlm. 140-141. [4] Nashruddin Syarief, Menangkal Virus Islam Liberal, Bandung Persis Pers, 2010, hlm. 147. [5] Syamsuddin Arif, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran, Jakarta Gema Insani, 2008, hlm. 203-204. [6] Nashruddin Syarief, Menangkal Virus Islam Liberal, Bandung Persis Pers, 2010, hlm. 148. [7] Syamsuddin Arif, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran, Jakarta Gema Insani, 2008, hlm. 151-152. Unukhanya perlu memanjat sedikit saja gunung tinggi untuk menyelamatkan diri sedangkan putera Nabi Nuh as sediri yang bernama kan'an pun tenggelam ditelan banjir walaupun berada di puncak gunung! Sungguh besar sekali badan Si Unuk ini. Ketika banjir sedang berlaku, hanya puncak gunung Ararat di Turki saja yang tampak dari permukaan air bah.
In the development of science, some philosophers view of the truth only limit on logic or rational human being, but there is a larger space than the concentration of human logic, sometimes too freely in determining the truth. It is no good if the logic of science is not based on the values that must be adhered to, especially the spiritual. the author tries to review the position in the development of spiritual values to achieve a philosophical truth, using the Conceptual Approach. To sort out whether it is the content of knowledge, must originate in the theories of knowledge truth. Thinking is a human activity to find the truth. Order thinking discussed in a rational approach, using a specific sense to study the broadest philosophical. In this concept, the value could be in the position before thinking, in the sense of thinking as a foothold, could also be in a position after the thought, in the sense of thinking that will be used in any function. In the position before thinking, then the value will be conceptualized as the base method to be used for philosophizing is true. This is under the directive on religious truth. In the realm of religious truth, the principles that are perceived as spiritual. As being a seeker of truth, man can seek and find the truth through religion. Not only boxed in on the study, which is a particular religion, but appears to be a universal truth. A. Pendahuluan Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani "philosophia" dari kata "philos" artinya cinta dan "Sophia" artinya pengetahuan yang bijaksana. Manakala seandainya jika disepakati dengan suatu konsep bahwa filsafat adalah induk dari segala ilmu pengetahuan. 1 Perkembangan Filsafat dalam konteks ilmu pengetahun tidak terlepas dari berbagai pendapat yang mengkonsepkan bagian-bagian dalam kajiannya. Filsafat dikatakan sebagai mother of science-induk dari segala ilmu pengetahuan. Dalam perkembangannya melahirkan cabang-cabang ilmu, yang berkembang menjadi ranting-ranting ilmu, sub-ranting ilmu. Salah satu bagian terpentingnya bisa disebut dengan filsafat ilmu. Letak filsafat ilmu dalam perkembangannya juga tercatat sebagai awal mula perkembangan filsafat kearah logika dalam rangka mencari kebenaran. Kemudian dalam perkembangannya lagi ilmu menjadi semakin spesifik dan teknis yang bergerak sendiri-sendiri yang tidak saling menyapa. Dalam 1 Abdul Munir Mulkan, Paradigma Intelektual Muslim, Yogyakarta Sipress, 1993, Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free NILAI DALAM KEBENARAN YANG HAKIKI Pengembangan Ilmu Berbasis Nilai Spiritual Sinung Mufti Hangabei Universitas Muhammadiyah Bengkulu sinungmufti Abstract In the development of science, some philosophers view of the truth only limit on logic or rational human being, but there is a larger space than the concentration of human logic, sometimes too freely in determining the truth. It is no good if the logic of science is not based on the values that must be adhered to, especially the spiritual. the author tries to review the position in the development of spiritual values to achieve a philosophical truth, using the Conceptual Approach. To sort out whether it is the content of knowledge, must originate in the theories of knowledge truth. Thinking is a human activity to find the truth. Order thinking discussed in a rational approach, using a specific sense to study the broadest philosophical. In this concept, the value could be in the position before thinking, in the sense of thinking as a foothold, could also be in a position after the thought, in the sense of thinking that will be used in any function. In the position before thinking, then the value will be conceptualized as the base method to be used for philosophizing is true. This is under the directive on religious truth. In the realm of religious truth, the principles that are perceived as spiritual. As being a seeker of truth, man can seek and find the truth through religion. Not only boxed in on the study, which is a particular religion, but appears to be a universal truth. Keywords Value, Truth, Spiritual. A. Pendahuluan Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani “philosophia” dari kata “philos” artinya cinta dan “Sophia” artinya pengetahuan yang bijaksana. Manakala seandainya jika disepakati dengan suatu konsep bahwa filsafat adalah induk dari segala ilmu Filsafat dalam konteks ilmu pengetahun tidak terlepas dari berbagai pendapat yang mengkonsepkan bagian-bagian dalam kajiannya. Filsafat dikatakan sebagai mother of science - induk dari segala ilmu pengetahuan. Dalam perkembangannya melahirkan cabang-cabang ilmu, yang berkembang menjadi ranting-ranting ilmu, sub-ranting ilmu. Salah satu bagian terpentingnya bisa disebut dengan filsafat ilmu. Letak filsafat ilmu dalam perkembangannya juga tercatat sebagai awal mula perkembangan filsafat kearah logika dalam rangka mencari kebenaran. Kemudian dalam perkembangannya lagi ilmu menjadi semakin spesifik dan teknis yang bergerak sendiri-sendiri yang tidak saling menyapa. Dalam Abdul Munir Mulkan, Paradigma Intelektual Muslim, Yogyakarta Sipress, 1993, 2 perkembangannya banyak sekali permasalahan mendasar muncul yang menyebabkan ilmu semakin jauh dari hakekatnya. Kaelan dalam tulisannya menjelaskan filsafat mempunyai dua pengertian Pertama filsafat sebagai produk mengandung arti filsafat sebagai jenis ilmu pengetahuan, konsep-konsep, teori, sistem aliran yang nerupakan hasil proses berfilsafat. Kedua filsafat sebagai suatu proses dalam hal ini filsafat diartikan sebagai bentuk aktivitas berfilsafat sebagai proses pemecahan masalah dengan menggunakan cara dan metode dasarnya filsafat dapat dibagi menjadi tiga garis besar yaitu teori pengetahuan epistemologi, teori hakikat ontology, dan teori nilai aksiologi. Menurut beberapa ahli ketiga bidang filsafat tersebut secara terperinci dapat dibagi lagi berdasarkan pembahasannya yaitu 1. Bidang ontology mempermasalahkan a. Apakah hakikat yang ada being, sein b. Apakah yang ada itu sesuatu yang tetap, abadi atau terus menerus berubah c. Apakah yang ada itu sesuatu yang abstrakuniversal atau yang konkrit individual. 2. Bidang epistemoligi mempermasalahkan a. Apakah sarananya dan bagaimana caranya untuk mempergunakan sarana itu guna mencapai pengetahuan, kebenaran atau kenyataan akal, akal budi, atau kombinasinya. b. Apakah tolak ukur bagi sesuatu yang dinyatakan sebagai yang benar dan yang nyata yang terus menerus dicari oleh ilmu pengatahuan. 3. Bidang aksiologi mempermasalahkan a. Nilai dan norma b. Apa makna dan tujuan hidup ini dan nilai-nilai mana yang secara imperatif harus dipenuhi. Membuat jarak antara ilmu keagamaan dan ilmu sekuler akan menyeret kewilayah pembenaran dikotomisme ilmu pengetahuan yang sesungguhnya tidak ada dalam kamus Islam. Krisis masyarakat barat yang dianggap sebagai kegagalan peradaban modern karena pemikiran modern telah memisahkan spiritualisme dengan segala aspeknya dalam satu kesatuan kehidupan dan pembangunan peradaban Encyclopedia of Philosophy, pengetahuan didefinisikan sebagai kepercayaan yang benar knowledge is justified true belief. Pengetahuan itu harus benar, kalau tidak benar maka bukan pengetahuan tetapi kekeliruan atau kontradiksi. Pengetahuan merupakan hasil suatu proses atau pengalaman yang sadar. Kaelan, Pancasila Yuridis Kenegaraan, Liberty, Yogyakarta, 1987, hlm. 6-7 Absori, Materi Kuliah Filsafat Ilmu, Program Doktor Ilmu Hukum Univeritas Muhammadiyah Suarakarta, 2016 Slamet Ibrahim, Pengetahuan Dasar Tentang Filsafat Ilmu dan Pengetahuan, Institut Teknik Bandung, Bandung, 2008 3 Pengetahuan knowledge merupakan terminology generic yang mencakup seluruh hal yang diketahui manusia. Dengan demikian pengetahuan adalah kemampuan manusia seperti perasaan, pikiran, pengalaman, pengamatan, dan intuisi yang mampu menangkap alam dan kehidupannya serta mengabstraksikannya untuk mencapai suatu tujuan. Dalam pengembangan ilmu, beberapa pandangan filusuf tentang kebenaran hanya membataskan pada logika/rasional manusia, padahal ada ruang yang lebih besar dibandingkan pemusatan logika manusia yang terkadang terlampau bebas dalam menentukan kebenaran. Tidaklah menjadi baik, apabila logika keilmuan tidak didasarkan pada nilai-nilai yang harus dipatuhi, terutama nilai yang bersifat spiritual. Apakah manusia dengan penalaran tinggi lalu makin berbudi atau sebaliknya makin cerdas maka makin pandai pula berdusta. Oleh karena itu perlu ditetapkan pola pikir yang tepat menuju kebenaran yang hakiki. Berdasarkan uraian latar belakang diatas penulis mencoba mengkaji kedudukan nilai spiritual dalam pengembangan ilmu guna mencapai kebenaran yang hakiki. B. Metode Penelitian Metodologi penelitian merupakan ilmu yang mempelajari tentang metoda-metoda penelitian, ilmu tentang alat-alat dalam penelitian. Di lingkungan filsafat, logika dikenal sebagai ilmu tentang alat untuk mencari kebenaran. Bila ditata dalam sistematika, metodologi penelitian merupakan bagian dari penulisan makalah ini, penulis mencoba mengkaji pengembangan ilmu berbasis nilai spiritual dalam rangka mencapai kebenaran hakiki dengan mengunakan Pendekatan Konseptual. Subjek penelitian singkat dalam paper ini adalah mengenai konsep-konsep pemikiran dalam filsafat ilmu terutama yang concern terhadap orientasi kebenaran yang bersifat spiritual. Data atau bahan yang dikaji adalah data kepustakaan. Agar dapat memberikan interpretasi tepat mengenai pemikiran ahli atau tokoh tersebut, maka konsep-konsep pemikiran dalam filsafat ilmu tersebut dikaji menurut keselarasannya satu sama lain. Selanjutnya ditetaptkan pemikiran yang mendasar guna mencari konsep yang tepat guna menjawab permasalahan yang dikaji dalam makalah atau paper ini. C. Hasil dan Pembahasan Banyak ilmuwan yang sepakat, bahwa ilmu selalu tersusun dari pengetahuan secara teratur, yang diperoleh dengan pangkal tumpuan objek tertentu dengan sistematis, metodis, rasional/logis, empiris, umum, dan akumulatif. Pengertian pengetahuan sebagai istilah filsafat tidaklah sederhana karena bermacam-macam pandangan dan teori epistimologi, diantaranya pandangan Aristoteles, bahwa pengetahuan merupakan pengetahuan yang dapat diinderai dan dapat merangsang budi. Menurut Decartes ilmu pengetahuan merupakan Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif Pendekatan Positivistik, Rasionalistik, Phenomenologik, dan Realisme Metaphisik Telaah Studi Teks dan Penelitian Agama Edisi III, Rake Sarasin, Yogyakarta, 1996, Hlm. 4 4 serba budi; oleh Bacon dan David Home diartikan sebagai pengalaman indera batin; menurut Immanuel Kant pengetahuanmerupakan persatuan antara budi dan pengalaman. Dan teori Phyroo mengatakan, bahwa tidak ada kepastian dalam pengetahuan. Dari berbagai macam pandangan tentang pengetahuan diperoleh sumber-sumber pengetahuan berupa ide, kenyataan, kegiatan akal-budi, pengalaman, sintesis budi, atau meragukan karena tidak adanya sarana untuk mencapai pengetahuan yang Ilmiah atau Ilmu Science pada dasarnya merupakan usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense, suatu pengetahuan sehari-hari yang dilanjutkan dengan suatu pemikiran cermat dan seksama dengan menggunakan berbagai metode. Untuk membuktikan apakah isi pengetahuan itu benar, perlu berpangkal pada teori-teori kebenaran pengetahuan. Teori pertama bertitik tolak adanya hubungan dalil, di mana pengetahuan dianggap benar apabila dalil proposisi itu mempunyai hubungan dengan dalil proposisi yang terdahulu. Kedua, pengetahuan itu benar apabila ada kesesuaian dengan kenyataan. Teori ketiga menyatakan, bahwa pengetahuan itu benar apabila mempunyai konsekuensi praktis dalam diri yang mempunyai pengetahuan ilmu akan berhadapan dengan objek yang merupakan bahan dalam penelitian, meliputi objek material sebagai bahan yang menjadi tujuan penelitian bulat dan utuh, serta objek formal, yaitu sudut pandangan yang mengarah kepada persoalan yang menjadi pusat perhatian. Untuk mencapai suatu pengetahuan yang ilmiah dan objektif diperlukan sikap yang bersifat ilmiah. Bukan membahas tujuan ilmu, melaikan mendukung dalam mencapai tujuan dari ilmu itu sendiri, sehingga benar-benar objektif, terlepas dari prasangka pribadi yang bersifat subjektif. Terlepas dari itu semua, dalam memahami dan menemukan kebenaran ilmu harus dikembangkan dalam koridor sipritual. Nilai yang dikonsepsikan berada pada dimensi transendetal harus ikut ambil bagaian dalam perwujudan kebenaran ilmiah dari suatu ilmu pengetahuan. Menurut Suhirman Djirman untuk memahami hidup dan kehidupan peradaban manusia yang komplek ilmu pemikiran manusia perlu dikonstruksi ulang dengan pendekatan merupakan suatu aktifitas manusia untuk menemukan kebenaran. Perintah berfikir dijelaskan dalam pendekatan rasional, dengan menggunakan akal pikiran yang secara spesifik menjadi kajian filosofis dengan seluas-luasnya, jika dirujuk pada Al-Qur’an, secara etimologis, istilah aql, akal, dalam beragam bentuknya terulang sebanyak 49 semua kata yang terbentuk dari aql, dalam Al-Qur’an ditemukan dalam bentuk kata kerja. Ini artinya, Allah Ilmu Pengetahuan , Teknologi, dan Kemiskinan, Hlm. 187-188 Absori, Materi Kuliah Filsafat Ilmu, Program Doktor Ilmu Hukum Univeritas Muhammadiyah Suarakarta, 2016 Ali Audah, Konkordansi Quran, Mizan, Bandung, 1997, hlm. 644-645 dalam Zaprulkhan, Filsafat Ilmu Sebuah Pendekatan Tematik, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm. 66 5 sangat mengutamakan akal pikiran pada hamba-hamba-Nya dan lebih dari itu, akal pikiran harus senantiasa digunakan secara aktif agar mernafaat dan tidak dilihat dari berbagai pendapat filusuf tentang kebenaran maka salah satu bagiannya adalah teori kebenaran agama. Dalam Teori Kebenaran Agama digunakan wahyu yang bersumber dari Tuhan. Sebagai makluk pencari kebenaran, manusia dapat mencari dan menemukan kebenaran melalui agama. Dengan demikian, sesuatu dianggap benar bila sesuai dan koheren dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak. Agama dengan kitab suci dan haditsnya dapat memberikan jawaban atas segala persoalan manusia, termasuk kebenaran. Teori Korespondensi milik Plato, Kebenaran adalah kesesuaian pernyataan dengan fakta, yang berselaras dengan realitas, yang serasi dengan situasi aktual. Dalam Teori Koherensi Socrates, sesuatu pernyataan dianggap benar, jika pernyataan itu dilaksanakan atas petimbangan yang konsisten dan pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya. Suatu teori dianggap benar apabila telah dibuktikan justifikasi benar dan tahan uji testable. Kalau teori ini bertentangan dengan data terbaru yang benar atau dengan teori lama yang benar, maka teori itu akan gugur atau batal dengan sendirinya. Dan terakhir ada Teori pragmatism the pragmatic theory of truth yang dikembangkan oleh John Dewey, yang menganggap suatu pernyataan, teori atau dalil itu memiliki kebenaran bila memiliki kegunaan dan manfaat bagi kehidupan Ahmad Tafsir dalam kerangka berfikir ilmiah diuraikan sebagai berikuta. Yang logis ialah yang masuk akal b. Yang logis itu mencakup yang rasional dan supra-rasional c. Yang rasional ialah yang masuk akal dan sesuai dengan hukum alam d. Yang supra-rasional ialah yang masuk akal sekalipun tidak sesuai dengan hukum alam. e. Istilah logis boleh dipakai dalam pengertian rasional atau dalam pengertian supra rasional. Sebagaimana pendapat Noeng Muhadjir, eksistensi kebenaran dalam aliran filsafat yang satu berbeda dengan aliran filasafat lainnya. Positivisme hanya mengakui kebenaran yang dapat ditangkap secara langsung atau tak langsung lewat indra. Idealisme hanya mengakui kebenaran dunia ide, materi itu hanyalah bayangan dari dunia ide. Sedangkan Islam berangkat dari eksistensi kebenaran bersumber dari Allah Swt. Wahyu merupakan eksistensi kebenaran yang mutlak benar. Eksisitensi wahyu merupakan kebenaran mutlak, epistemologinya yang Zaprulkhan, Filsafat Ilmu Sebuah Pendekatan Tematik, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm. 67 Dalam teori tersebut ada 4 teori kebenaran yaitu teori Korespondensi, Teori Koherensi, Teori Pragmatisme, dan Teori Kebenaran Illahiah atau agama. Slamet Ibrahim, Materi Pengetahuan Dasar Tentang Filsafat Ilmu dan Pengetahuan, ITB, Bandung, 2008 Ahmad Tafsir, Filasafat Ilmu, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, hlm. 17 6 perlu dibenahi, juga model logika pembuktian kebenarannya. Model logika yang dikembangkan di dunia Islam adalah logika formal Aristoteles dengan mengganti pembuktian kebenaran formal dengan pembuktian materil atau substansial, dan pembuktian kategorik dengan pembuktian ialah sesuatu yang sahnya atau berlakunya mengatas dari pendapat, pandangan, perasaan, atau kemauan seseorang, mengatas dari psikologi subjektif, dan tak bergantung kepadanya. Jika yang dianggap benar hanya berdasarkan keadaan psikologi-subjektif seseorang, yakni yang berguna bagi kepentinganya sendiri, maka jelas kebenaran itu menjadi tak ada. Karena itu tidak mungkin orang menetapkan sesuka hatinya, apa kebenaran samasekali tak berdaya menghadapi kebenaran dalam hati, kita mungkin yakin bahwa kita dapat saja menolak atau menyangkalnya, akan tetapi kita tidak dapat mengubahnya. Kalau kebenaran tersebut dalam hati kita terima, tetapi menyusakan atau tak sedap dirasakan, maka direka-rekalah suatu kebenaran yang lebih berguna demi tercapainya hasrat dan tujuan kita. Akan tetapi kita telah berlaku tak adil terhadap diri sendiri, sehingga perbuatan seperti itu mempunyai kecenderungan merongrong atau melemahkan jiwa secara diam-diam tanpa kita Al-Qur’an Surat Al-Mu’minun ayat 71 2371 dijelaskan yang artinya “Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya kami Telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan Al Quran mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu”. Manusia membawa sejak lahir innate kata hati suara hati yang bersifat imperatif. Suara hati itu ialah suara yang selalu mengajak menjadi orang yang baik. Puncak kebaikan itu adalah Tuhan. Kembali pada teori Kebenaran Agama, bahwa guna memahami dan mengaktualisasikan nilai-nilai agama diperlukan model atau metode pemahaman yang tepat, jangan sampai pemahaman kebenaran tersebut menjadi terbalik. Sebagaimana integrasi ilmu dan nilai, menurut Ziauddin Sardar, yakni agar manusia dapat lebih arif dan bijak kepada alam, maka ilmu harus berpijak pada nilai yang berupa prinsip tauhid, prinsip khilafah dan amanat, dan prinsip integralistik yang dimaksud adalah model keilmuan yang disamping memiliki nilai dan ruh keislaman juga sekaligus relevan dengan kebutuhan umat Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu, Rake Sarasin, Yogyakarta, 2001 Soedewo Islam dan Ilmu Pengetahuan, Darul Kutubil Islamiyah, Jakarta, 2007, Hlm. 1-2 Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Tahles Sampai Capra Pengantar kepada Filsafat untuk Mahasiswa Perguruan Tinggi, Rosda Karya, Bandung, 2000, hlm. 249. Absori, Materi Kuliah Filsafat Ilmu, Program Doktor Ilmu Hukum Univeritas Muhammadiyah Suarakarta, 2016 7 Islam dalam menghadapi berbagai persoalan kehidupan yang semakin teori tumbuh dan berkembang apa yang disebut dengan nilai-nilai sosial, yang dikonsepsikan sebagai nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. sebagai contoh, orang menganggap menolong memiliki nilai baik, sedang mencuri bernilai buruk. Nilai juga bisa diartikan sebagai pola keyakinan yang terdapat dalam sistem keyakinan suatu masyarakat tentang hal yang baik yang harus dilakukan dan hal buruk yang harus melihat pada terminologi aksiologi, maka akan ditemukan frasa axios yang menurut bahasa Yunani berarti nilai dan logos berarti teori. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai. Sebagaimana Jujun S. Suriasumantri dalam bukunya, aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika. Dalam definisi yang hampir serupa bahwa aksiologi ilmu pengetahuan membahas nilai-nilai yang memberi batas-batas bagi pengembangan definisi tersebut, sebenarnya dapat dilihat bahwa melalui aksiologi dalam filsafat terlihat jelas bahwa manusia harus mepertimbangkan-mempertimbangkan menilai mengenai perbuatannya, atau dengan konsep lain nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai atau apa yang dikaji. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika. Etika menilai perbuatan manusia, maka lebih tepat kalau dikatakan bahwa objek formal etika adalah norma-norma kesusilaan manusia, dan dapat dikatakan pula bahwa etika mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan tidak baik di dalam suatu kondisi yang normative, yaitu suatu kondisi yang melibatkan norma-norma. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya. Dalam konsep penulis, nilai ini bisa berada pada posisi sebelum berfikir, dalam arti sebagai pijakan berfikir, juga bisa berada pada posisi setelah hasil berfikir, dalam arti hasil berfikir tersebut akan digunakan dalam fungsi apa. M. Zainal Abidin, Filsafat Ilmu-Ilmu Keislaman Integralistik Studi Pemikiran Kuntowijoyo, Jurnal Ilmiah Ilmu Ushuluddin Vol. 13, No. 2, Juli 2014, Fakultas Ushuluddin dan Humaniora, IAIN Antasari Banjarmasin, hlm. 120 Nurul Zuriah, Pendidikan Moral Dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan, Jakarta, PT Bumi Aksara, 2008, Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan. 2003. Hlm. 234 Kamus Besar Bahasa Indonesia Ihsan Fuad, Filsafat Ilmu, Jakarta, Rineka Cipta, 2010, Hlm. 231 8 Pada posisi sebelum berfikir, maka nilai akan di konsepkan sebagai pangkal metode yang harus digunakan agar tujuan dalam berfilsafat itu benar. Hal ini sesuai dengan patokan pada kebenaran agama. Konsep tersebut seperti bangunan ilmu integralistik Kuntowijoyo, yang berangkat dari paradigma Islam sebagai pijakan, melalui proses yang disebut pengilmuan Islam. Pengilmuan Islam bertitik tolak dari Islam itu sendiri, yakni al-Qur’an sebagai basis pengembangan teori ilmu. Gagasan ini oleh Kuntowijoyo dipandang sebagai antitesis dari Islamisasi ilmu, sebuah proyek intelektual dari Barat ke dunia Islam, sedangkan pengilmuan Islam merupakan proyek intelektual dari dalam Islam ke dunia menegaskan bahwa sejatinya kebenaran itu apa yang datang dari Tuhan. Dengan bahasa lain, yakni teks wahyu Al-Qur’an yang disampaikan oleh Tuhan kepada baginda Nabi saw. Teori kebenaran menurut Kunto merupakan bagian dari akidah, karena ia termasuk hal-hal yang primer. Peradaban tauhid theocentric civilization bersandar pada ketentuan-ketentuan Tuhan untuk yang primer, selebihnya ada kebebasan penuh bagi kreativitas manusia untuk hal-hal yang sifatnya sekunder seperti urusan teknis, strukturasi politik, dan masalah ranah kebenaran agama, nilai dipersepsikan sebagai prinsip yang sifatnya spiritual. Sebagai makhluk pencari kebenaran, manusia dapat mencari dan menemukan kebenaran melalui agama. Bukan hanya terkotakkan pada bagian yang dikaji, yaitu agama tertentu, namun akan muncul kebenaran yang bisa bersifat universal. Prinsip-prinsip dalam kebenaran agama harus dianggap mutlak, sebagaimana kalimat pada paragraf sebelumnya yang menyatakan bahwa, Islam berangkat dari eksistensi kebenaran bersumber dari Allah SWT. Wahyu merupakan eksistensi kebenaran yang mutlak benar. Eksisitensi wahyu merupakan kebenaran mutlak. Maka tidak ada keraguan padanya. Mengkatualisasikan pendekatan spiritual ini, dapat diaplikasikan atau diimplementasikan dengan mencari-cari nilai-nilai yang tercermin dan telah dituliskan dalam kitab suci Al-Qur’an. Kebeneran mutlak menurut Popper berada pada dunia objektif; sedangkan menurut Noeng Muhadjir, kebenaran mutlak adalah milik Allah SWT. Dalam konteks berfikir Popper tugas kita berilmu pengetahuan adalah berupaya mendekati kebenaran mutlak yang berada pada dunia objektif diberangkatkan dari teori besar yang diasumsikan menyatakan dunia objektif yang teratur dan diuji dengan logika deduktif probailistik serta teknik uji lewat uji falsifikasi. Dalam konteks berfikir transendensi tersebut, Noeng Muhadjir berupaya mendekati kebenaran mutlak dengan metoda tematik atau tafsir maudhui, yaitu Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu Epistemologi, Metodologi, & Etika,Teraju, Jakarta, 2005. 9 dengan cara menghimpun nashdari Qur’an dan Hadits yang relevan dengan teori yang hendak upaya mengimplemantasikan pengilmuan Islam, Kuntowijoyo menawarkan dua langkah yang harus diambil, yakni integralisasi dan objektifikasi. Integralisasi adalah pengintegrasian kekayaan keilmuan manusia dengan wahyu petunjuk Allah dalam Al-Qur’an beserta pelaksanaannya dalam sunnah Nabi. Sementara, objektifikasi adalah menjadikan pengilmuan Islam sebagai rahmat untuk semua orang rahmatan lil’âlamîn.Kita harus menyakini bahwa dalam agama terdapat ilmu, begitu juga dalam berilmu sangat diperlukan agama. Hal ini sebagaimana pandangan Fazlur Rahman, bahwa dari sudut pandang Islam, ilmu sudah terkandung secara esensi dalam Al-Qur’an. Beragama berarti berilmu, dan berilmu berarti beragama. Karena itu tidak ada dikotomi antara agama dan sebagai kebenaran transendental memberikan ayat bukti, isyarah, hudan pedoman, dan/atau rahmah kepada hidup keseharian, manusia dalam berhubungan dengan alam, sesama manusia, dan dalam hubungan dengan Allah. Ilmu tanpa bimbingan wahyu hanya akan menyebabkan kerusakan yang dasyat. Oleh karena itu, ilmu dan Islam tidak bisa terlepas dari Sardar menguraikan, bahwa istilah yang paling tepat dalam mendefinisikan pengetahuan knowledge, menurut Islam, adalah al-ilm, yang memiliki dua komponen. Pertama, bahwa sumber asli seluruh pengetahuan adalah wahyu atau Al-Qur’an di sinilah terletak kebenaran absolut. Kedua, bahwa metode mempelajari pengetahuan yang sistematis dan koheren semuanya sama-sama valid; semuanya menghasilkan bagian dari satu kebenaran dan realitas, bagian yang sangat bermanfaat untuk memecahkan masalah yang sedang dalam kebenaran layaknya wahyu dalam ilmu, dalam berfikir diperlukan garis penuntun. Objek ilmu dalam epistimologi Islam tidak semata-mata realitas fisik, namun juga mengakui status ontologis dari hal-hal metafisik sebagi hal yang mungkin diketahui oleh manusia. Sumber-sumber ilmu dalam epistimologi Islam terdiri dari 1 wahyu, berupa Al-Qur’an dan Hadits Dalam Bukunya, Noeng Muhadjir menjelaskan bahwa paradigma tata fikir menata nash dengan pendekatan realisme metaphisik setidaknya dapat dipilih dengan dua model logika, yaitu logika dedukti probabilistik atau logika reflektif probabilistik. Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif Pendekatan Positivistik, Rasionalistik, Phenomenologik, dan Realisme Metaphisik Telaah Studi Teks dan Penelitian Agama Edisi III, Rake Sarasin, Yogyakarta, 1996, M. Zainal Abidin, hlm. 126 Fazlur Rahman, Islam and Modernity, The University Chicago Press, Chicago, Hlm. 208. Dalam Zaprulkhan, Filsafat Ilmu Sebuah Pendekatan Tematik, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm. 87 Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Dinar Dewi Kania, Objek Ilmu dan Sumber-Sumber Ilmu dalam Filsafat Ilmu Perspektif Barat dan Islam,Gema Insani, Jakarta, 2013. Hlm. 91 Baca Ziauddin Sardar – Dimensi Ilmiah al-ilm dalam Agung Prihantoro dan Fuad Arif F., 2000, Merombak Pola Pikir Intelektual Muslim Judul Asli Ziauddin Sardar Ed, Ilm and the Revival of Knowledge, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Hlm. 25 10 Rasulullah saw., 2 akal dan kalbu, dan 3 indera. Sedangkan memperoleh ilmu dalam Islam terkait erat dengan peran jiwa manusia dan diperoleh melalui beberapa sumber, yaitu persepsi indra, akal sehat ta’aqqul, dan intuisi serta berita yang benar khabar sadiq. Dalam epsitimologi Islam, wahyu Allah SWT., yang termaktub dalam Al-Qur’an dan Hadits merupakan sumber ilmu tertinggi sehingga nilai ilmiah scientific value dari wahyu harus diletakkan pada tempat yang mestinya dan tidak boleh diceraikan dari sains atau Kesimpulan Dapat disimpulkan bahwa nilai agama merupakan keharusan, dapat berupa suatu ide yang memberikan pedoman atau ukuran bagi manusia dalam hubungannya dengan Allah SWT, sesama manusia dan alam semesta. Dalam berfikir diperlukan metode serta pijakan yang benar, karena hakikat sebuah ilmu adalah mencari kebenaran. Jika pijakannya salah maka kebenaran tersebut hanya akan bersifat subjektif tidak objektif. Dalam hal ini agama dipersepsikan sebagai nilai penuntun dalam berfikir menuju kebenaran. Baik itu dengan metode integralistik, maupun dengan metode-metode lainnya. 11 DAFTAR PUSTAKA Abdul Munir Mulkan, 1993, Paradigma Intelektual Muslim, Yogyakarta, Sipress. Agung Prihantoro dan Fuad Arif F., 2000, Merombak Pola Pikir Intelektual Muslim Judul Asli Ziauddin Sardar Ed, Ilm and the Revival of Knowledge, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Ahmad Tafsir, 2000, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Tahles Sampai Capra Pengantar kepada Filsafat untuk Mahasiswa Perguruan Tinggi, Remaja Rosda Karya, Bandung. Ahmad Tafsir, 2009, Filasafat Ilmu, Remaja Rosdakarya, Bandung. Ali Audah, 1997, Konkordansi Quran, Mizan, Bandung. Dinar Dewi Kania, 2013, Objek Ilmu dan Sumber-Sumber Ilmu dalam Filsafat Ilmu Perspektif Barat dan Islam, Gema Insani, Jakarta. Ihsan Fuad, 2010, Filsafat Ilmu, Jakarta, Rineka Cipta. Jujun S. Suriasumantri, 2003, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Kaelan, 1987, Pancasila Yuridis Kenegaraan, Liberty, Yogyakarta. Kuntowijoyo, 2005, Islam Sebagai Ilmu Epistemologi, Metodologi, & Etika, Teraju, Jakarta. M. Zainal Abidin, 2014, Filsafat Ilmu-Ilmu Keislaman Integralistik Studi Pemikiran Kuntowijoyo, Jurnal Ilmiah Ilmu Ushuluddin Vol. 13, No. 2, Juli 2014, Fakultas Ushuluddin dan Humaniora, IAIN Antasari Banjarmasin. Noeng Muhadjir, 2001, Filsafat Ilmu, Rake Sarasin, Yogyakarta. Noeng Muhadjir, 1996, MetodologiPenelitian Kualitatif Pendekatan Positivistik, Rasionalistik, Phenomenologik, dan Realisme Metaphisik Telaah Studi Teks dan Penelitian Agama Edisi III, Rake Sarasin, Yogyakarta. Nurul Zuriah, 2008, Pendidikan Moral Dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan, Jakarta, PT Bumi Aksara. Slamet Ibrahim, 2008, Materi Pengetahuan Dasar Tentang Filsafat Ilmu dan Pengetahuan, ITB, Bandung. 12 Slamet Ibrahim, tt, Pengetahuan Dasar Tentang Filsafat Ilmu dan Pengetahuan, Institut Teknik Bandung, Bandung. Soedewo 2007, Islam dan Ilmu Pengetahuan, Darul Kutubil Islamiyah, Jakarta. Zaprulkhan, 2012, Filsafat Ilmu Sebuah Pendekatan Tematik, Raja Grafindo Persada, Jakarta. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this MuhadjirMetodologi Penelitian KualitatifNoeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif Pendekatan Positivistik, Rasionalistik, Phenomenologik, dan Realisme Metaphisik Telaah Studi Teks dan Penelitian Agama Edisi III, Rake Sarasin, Yogyakarta, 1996, Pendekatan Tematik, Raja Grafindo PersadaDalam ZaprulkhanFilsafat IlmuDalam Zaprulkhan, Filsafat Ilmu Sebuah Pendekatan Tematik, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm. 87 30 Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Dinar DewiDinar Dewi Kania, Objek Ilmu dan Sumber-Sumber Ilmu dalam Filsafat Ilmu Perspektif Barat dan Islam,Gema Insani, Jakarta, 2013. Hlm. 91Abdul Munir MulkanAbdul Munir Mulkan, 1993, Paradigma Intelektual Muslim, Yogyakarta, and the Revival of Knowledge, Pustaka PelajarAgung Prihantoro Dan Fuad ArifAgung Prihantoro dan Fuad Arif F., 2000, Merombak Pola Pikir Intelektual Muslim Judul Asli Ziauddin Sardar Ed, Ilm and the Revival of Knowledge, Pustaka Pelajar, Umum Akal dan Hati Sejak Tahles Sampai Capra Pengantar kepada Filsafat untuk Mahasiswa Perguruan TinggiAhmad TafsirAhmad Tafsir, 2000, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Tahles Sampai Capra Pengantar kepada Filsafat untuk Mahasiswa Perguruan Tinggi, Remaja Rosda Karya, FuadIhsan Fuad, 2010, Filsafat Ilmu, Jakarta, Rineka 1987, Pancasila Yuridis Kenegaraan, Liberty, AbidinM. Zainal Abidin, 2014, Filsafat Ilmu-Ilmu Keislaman Integralistik Studi Pemikiran Kuntowijoyo, Jurnal Ilmiah Ilmu Ushuluddin Vol. 13, No. 2, Juli 2014, Fakultas Ushuluddin dan Humaniora, IAIN Antasari Moral Dan Budi Pekerti Dalam Perspektif PerubahanNurul Zuriah, 2008, Pendidikan Moral Dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan, Jakarta, PT Bumi Aksara.
Wallahuya'lamu wa antum la ta'lamun, Allah Swt lah yang mengetahui (maksud-maksud kebenaran yang dikandung realitas ayat-ayat yang kita baca) dan kalian tak mengetahui, begitu tutur al-Qur'an. Seyogianya, nalar dan rohani kita lalu senantiasa berada di derajat legawa demikian di antara jubelan takwil dan paham apa saja. Tak patut ada By at 5/15/2016 Pernahkah ada yang membaca kalimat seperti judul diatas atau sejenisnya? Ya seperti “Kebenaran hanya milik Tuhan, manusia tidak tahu kebenaran”, “hanya Tuhan yang boleh menghakimi, manusia tidak boleh menghakimi”, “benar tidaknya hanya Allah yang tahu, kita tidak boleh menilai orang salah atau benar”, dst. Sepintas mungkin terlihat benar, sepintas mungkin memang terlihat indah, sepintas tidak ada masalah pada kalimat-kalimat tersebut. Tapi jika diperhatikan lebih lanjut, ada masalah dalam kalimat-kalimat tersebut. Memang, hanya Allah lah Yang Maha tahu segalanya, kebenaran hakiki hanyalah milik Allah semata. Namun, jika memang kebenaran itu hanya Allah yang tahu, lalu bagaimana kita bisa hidup dalam kebenaran? Sedangkan Rasulullah mengajarkan kita untuk hidup dalam kebenaran, dalam kebaikan, dalam nilai-nilai Ilahi. Ya, itu memang ucapan-ucapan yang sering digembar-gemborkan oleh orang-orang yang memiliki agenda merusak pola pikir umat Islam, atau mungkin orang-orang yang menjadi korban mereka. Di tangan mereka, di ucapan mereka, kebenaran menjadi relatif, kebenaran menjadi tergantung siapa yang mendefinisikan kebenaran tersebut, termasuk kebenaran dalam hal agama Islam ini. Liberal sekali! Orang-orang jadi ragu untuk menyatakan mana yang salah dan mana yang benar. Orang-orang jadi ragu untuk mencegah kemungkaran dan malas untuk mengajak kepada kebaikan, karena semuanya relatif, karena hanya Tuhanlah yang tahu apa itu kebenaran. Begitukah ? Seperti yang sudah sebutkan tadi, jika memang kebenaran hanya robb yang tahu, jika memang manusia sama sekali tidak boleh menghakimi lalu bagaimana kita harus menilai mana yang salah dan benar? Lalu apa gunanya hukum-hukum yang ada di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah? Jadi, apakah kebenaran itu? reshare from asyraf Baca Juga Info Penting langganan artikel menerima tulisan, informasi dan berita untuk di posting menerima kritik dan saran, WhatsApp ke +62 0895-0283-8327 Apapunyang kita punya adalah milik-Nya yang hanya dipinjamkan kepada kita. Kebenaran hakiki bersifat mutlak dan tidak dibatasi oleh waktu. Sedangkan yang lain termasuk kebenaran manusia, adalah kebenaran relatif, dan dibatasi oleh waktu. Tak terhitung banyaknya contoh kebenaran di bidang medis, yang dulunya dianggap sebagai benar, saat
Yangdimaksud dengan "meniadakan" adalah menjauhi sesembahan selain Allah baik Malaikat yang dekat dengan-Nya atau pun para Nabi dan Rasul yang diutus. Sedangkan yang dimaksud dengan "menetapkan" adalah menetapkan sesembahan yang benar hanya milik Allah semata. Adapun sesembahan yang lain semuanya sesembahan yang batil.
Atasdasar itu, kebenaran adalah dari Allah subhanahu wa ta'ala. Kebenaran bukan suatu yang nisbi/relatif yang setiap orang bisa mengklaimnya seperti yang dikatakan oleh JIL dan para pengagumnya. Kebenaran bukan pula diambil dari "kitab suci" atau dari selain ajaran Islam yang Allah turunkan. Bukan pula Islam sebagai "nilai generis Y5NPAqL.
  • lknq7yginn.pages.dev/291
  • lknq7yginn.pages.dev/213
  • lknq7yginn.pages.dev/259
  • lknq7yginn.pages.dev/329
  • lknq7yginn.pages.dev/343
  • lknq7yginn.pages.dev/96
  • lknq7yginn.pages.dev/296
  • lknq7yginn.pages.dev/367
  • lknq7yginn.pages.dev/58
  • kebenaran hakiki hanya milik allah